Semua kampus itu sama aja?

Kehidupan Jun 28, 2020

Sering denger ucapan kaya gitu? Itu adalah paradigma berpikir yang salah, dangkal dan sangat tidak menyeluruh.

Orang yang punya paradigma tersebut mungkin sedang mengkhayal dirinya berada di Finlandia. Karena di sana, semua kampus setara. Tidak ada kampus favorit dan non favorit. Saya mau ngutip ucapan jubir menkes saat wawancara terkait covid-19 "THIS IS INDONESIA BRO".

Pada kenyataannya, Tidak semua kampus memiliki kualitas yang sama. Kampus yang terakreditasi A tidak akan pernah sama dengan yang terakreditasi B. Begitu seterusnya. Ini paradigma berpikir yang benar.

Karena bagaimanapun, badan akreditasi nasional punya standar untuk mengklasifikasikan suatu kampus masuk akreditasi A, B, atau C.

Jika memang semua kampus sama, kenapa ada persyaratan "minimal kampus terakreditasi B" saat mau mendaftar jadi ASN? Di beberapa program doktoral PTN pun mensyaratkan lulusan magister yang mau daftar harus dari PTN juga atau swasta yang terakreditasi minimal B. Kenapa bisa seperti itu? silakan jawab sendiri.

Jadi, jangan pernah berpikir semua kampus itu sama saja, lalu dibilang tergantung mahasiswanya. Karena banyak mahasiswa yang bersemangat kuliah, namun tidak difasilitasi dengan baik.

Apa itu fasilitas? Bisa gedung, ruangan, dosen yang kompeten, lingkungan yang memadai, sistem penunjang kampus dan sebagainya.

Contoh termudahnya, ada kampus yang memiliki jurusan IT, tapi perkuliahannya tidak menggunakan sistem berbasis IT. Aneh kan? Pembuktian jurusan IT nya dimana kalo begitu? Gimana mahasiswa mau percaya terhadap iklan kampus kalo apa yang diajarkan di materi ternyata malah tidak diterapkan pada lingkungan kampusnya sendiri.

Terutama yang jadi fokus lain adalah dosennya. Banyak kampus swasta, agar tetap bertahan hidup mereka menyewa dosen yang tidak kompeten bahkan masih berstatus sarjana, bukan magister. Dosen tidak kompeten punya ciri-ciri seperti sering nyuruh mahasiswa presentasi tapi tidak mampu menyimpulkan hasil materi, sering mengobrol kesana kemari di luar konteks kuliah namun setelah mau pulang malah memberikan tugas sesuai materinya, terkadang datang 30 menit sebelum pulang, tidak pernah menyuruh mahasiswanya untuk merujuk jurnal-jurnal terakreditasi nasional ataupun internasional. Kampus-kampus tersebut hanya sekedar "yang penting ada yang mengajar di kelas". Ya, ini fakta di lapangan. Lantas, bagaimana kualitas mahasiswanya jika begini?

Mungkin ada yang bakal bilang, "Ah... Sarjana yang banyak pengalaman, akan mengalahkan magister yang baru lulus"

Ya bisa saja itu terjadi, tapi masalahnya ilmu pengetahuan tidak didasarkan pada pengalaman individu tanpa metode ilmiah. Tanpa mengurangi rasa hormat, Daya nalar kritis anak magister akan lebih baik dari lulusan sarjana. Kalo pernyataan tersebut salah, untuk apa ada level sarjana, magister hingga doktoral? Lagi pula, syarat dari pemerintah adalah dosen itu harus S2. Tidak bisa ditawar.

Biaya yang akan kamu keluarkan tidak berbeda jauh antar kampus swasta, jangan karena berpikir semua kampus sama saja lalu kamu pilih kampus yang inkompeten. Jangan. Jangan pernah. Biarkan mereka mati dengan sendirinya atau menyadari kekurangan dan ketidaksiapan mereka untuk menjadi sebuah kampus. Kalo memang tidak bisa mengidealiskan diri sesuai aturan pemerintah, jangan bikin kampus! Karena yang akan jadi korban adalah manusia. Mahasiswa yang membayar tiap semester itu memiliki harapan agar kehidupan mereka lebih baik. Begitu juga dengan orang tua mereka yang kerja keras membiayai SPP anaknya. Mereka semua yang dikecewakan. Mereka berharap setelah anaknya lulus nanti dapat menjadi kebanggaan, tapi malah dikecewakan dengan kualitas kampus yang buruk, hanya manis di iklan saja.

Memang sebagus apapun kampus, ada saja mahasiswa yang minus. Tapi dengan lingkungan kampus yang baik, setidaknya dia akan terpengaruh sedikit banyak sebab faktor itu.

Dalam ilmu statistika, jika ada 40 orang dalam satu kelas, kemudian ada 2 orang yang tidak ahli setelah lulus, maka kita akan tetap memandang populasi tersebut adalah baik. Artinya 2 orang error tersebut tidak mewakili populasi, tapi yang mewakili populasi adalah 38 orang ahli lainnya.

Begitu juga kalo ada yang bilang "ah, gw lulus dari kampus yang punya fasilitas kurang bagus, dosen jarang datang, tapi gw sekarang bisa kerja di perusahaan bagus dengan gaji yang gede".

Ya, faktanya memang ada yang seperti itu. Tapi coba kamu cek, dari satu kelasmu, yang punya keberuntungan seperti kamu ada berapa? Kalo cuma ada satu atau dua orang, itu disebut dengan nilai outlier atau nilai ekstrim. Tidak bisa membenarkan teorimu. Kalau dari satu kelasmu mayoritas jago sepertimu, itu bisa dijadikan landasan untuk menyalahkan teori saya.

Karena sejatinya, banyak mahasiswa yang semangat untuk kuliah namun lingkungannya yang tidak memadai, teman yang tidak optimis, dosen yang kurang kompeten. Semua hal tersebut akan menjadikan mahasiswa yang semangat menjadi malas. Mungkin hanya satu atau dua mahasiswa yang memiliki imunitas lebih kuat untuk belajar lebih giat secara otodidak, tapi nyatanya secara mayoritas di kelas bagaimana? Silakan cek saja sendiri.

Jadi sekali lagi ... Seriuslah mencari kampus yang baik. Karena itu mesin pemroses akalmu dalam 4 tahun ke depan. Dia menjadi penunjuk jalanmu. Menjadi penuntun ke arah yang lebih baik.

Jika kampus yang bagus itu lebih mahal sedikit, bayarlah...

Mungkin kamu merasa kasihan dengan orang tua yang membiayaimu, tapi jika mereka masih sanggup, gantilah rasa kasihanmu itu dengan belajar sungguh-sungguh selama kuliah. Setelah itu bayarlah dengan hasil gajimu. Bukan dengan mencoba mencari pekerjaan yang akan menyulitkan waktu belajarmu.

Kecuali dirimu seperti saya yang harus bekerja di siang hari dan kuliah di malam hari dengan tenaga sisa.

Oh ya sebelum ditutup, saya mau menginformasikan bahwa tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan kampus mana pun atau mahasiswa mana pun. Karena kampus kuliah S1 saya pun punya akreditasi C. Dengan belajar sungguh-sungguh, kita semua akan mendapatkan hasil dari proses tersebut, dari manapun kita berasal.

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.