Perspektif praktik Pengobatan dalam Sejarah Peradaban Islam dan Bukti Kenabian Rasulullah Muhammad Berdasarkan Fakta Ilmiah

Agama Apr 12, 2020

Oleh: Irwansyah Saputra, S.Kom., M.Kom.

Prolog

Kemaren kan gw bikin tulisan kalo Nabi Muhammad itu bukan dokter. Eh ada yg ngegas dong...

"ANDA ITU GA FAHAM YA KALAU NABI JUGA AHLI KESEHATAN? NABI NGASIH CONTOH TIDUR MIRING KE KANAN. DAN TERBUKTI DALAM DUNIA KEDOKTERAN KALAU TIDUR KY GITU BAIK UNTUK KESEHATAN. NABI JUGA MINUM MADU BLA BLA BLA"

Jadi skrg gw bikin tulisan ini, dari judulnya aja udh kek judul skripsi kan? Karena gw mau serius bahas ini. Bukti kecintaan gw pada Nabi Muhammad. Tulisan2 kmren mah becanda doang. Makanya, ga pernah gw cantumin referensi kan? Ok langsung aja.

Pembahasan

Di tulisan sebelumnya gw bilang kalo nabi itu bukan dokter, ada sahabat Nabi yang sakit trus nabi suruh untuk berobat ke tabib. Cerita ini lu bisa dapat dari sini [1] dan disini [2] . Jadi gw ga ngarang. Trus kenapa kmren ga dikasih referensi? Di NU, kita ga biasa nyebutin referensi biar praktis, tapi bukan berarti ga punya referensi. Kalo ditantangin, baru jurusnya dikeluarin. Hunuslah pedang saat musuh akan menyerang. Bukan petantang petenteng bawa pedang kek anak STM mau tawuran.

“Trus gimana tentang bukti nabi tidur miring ke kanan / manfaat madu yang sesuai dgn dunia kedokteran? Berarti nabi juga dokter dong?”

Gini ya... Nabi ini kan manusia pilihan Allah. Artinya, sebagai manusia yang diutus pastinya ga bakal ilang kontak sama yang ngutusnya. Kalo yg ngutusnya adalah dzat yang maha mengetahui, ya sebagai manusia pilihan, pastinya Rasulullah udah dapet bocoran dong. Jadi, tidur miringnya nabi / perihal manfaat madu itu bukan membuktikan nabi itu adalah dokter, tapi bukti kalo nabi itu adalah memang benar2 manusia yang diutus oleh Allah. Karena saat itu blm ada riset tentang tidur yang bener, nabi udah tau. Artinya, udh dikasih tau sama yang maha tahu. Ngerti kan maksudnya?

Sama ky kitab Alquran yg dibawa oleh Nabi, disana disebutkan tentang manusia diciptakan dari segumpal darah [3] . Para dokter heran, karena ga ada fase segumpal darah dalam penciptaan manusia. Apakah alquran salah? Engga. Yang salah itu terjemahannya. Disana disebut kata ‘alaq, diterjemahin ke bahasa indonesia jadi segumpal darah.

Padahal aslinya, ‘alaq [4] itu adalah benda yang menggantung/menempel pada suatu tempat, ‘alaq juga bisa diartikan lintah. Dia menghisap darah untuk hidup. Ternyata, ada fase lintah dalam penciptaan manusia, yaitu zigot. Zigot ini kerjaannya nempel di dinding rahim lalu menghisap nutrisi dari ibunya agar bisa terus hidup. Nyambung kan? Lalu apakah fakta ilmiah ini menjadikan nabi seorang peneliti/dokter? Ga, sama sekali engga. Karena saat nabi berkata seperti itu ga pake metode ilmiah. Nabi hanya mengucapkan apa yg disuruh aja. Jadi fakta ilmiah itu bukan membuktikan bahwa nabi adalah dokter, tapi buktiin nabi kalo beliau memanglah utusan dari Allah. Karena saat itu blm ada penelitian tentang fase penciptaan manusia sedangkan nabi udah tau hal tersebut.

Memang, ada beberapa sahabat nabi yang sakit kemudian datang ke nabi, lalu sembuh saat itu juga. Seperti ada sahabat nabi yang kakinya patah pas lagi jalanin misi, lalu nabi usap trus auto sembuh.[5] Kejadian ini khusus, artinya sebagai mukjizat. Apakah semua sahabat yang kakinya patah lalu datang ke nabi? Kan engga. Kalo semua sahabat nabi begitu, nanti saat nabi wafat, terus siapa yang mau ngusap kaki patah mereka? Agama ini bukan sihir woiii, semua penyakit Cuma modal dijampe2 auto sembuh. Agama ini akan dianut oleh manusia yang rasional, manusia itu harus punya pengetahuan. Misalnya obat panas itu paracetamol. Apa kandungan paracetamol yg bisa nurunin panas? Berapa dosisnya? Manusia mesti tau itu, sehingga paracetamol bisa diproduksi berdasarkan pengetahuan itu. Sampai kapanpun pengetahuan tersebut akan tetep dipake selama masih blm ada yang lebih baik dari itu. Begitu kan?. Coba kalo modal jampe2 langsung sembuh, siapa yg bisa belajar? Dosisnya gimana? Pembuktiannya pake apa?.

Mukjizat nabi itu sesekali doang, hanya buat buktiin kalo nabi itu utusan Allah. Karena Allah maha kuasa, jadi bebas dong mau sembuhin orang pake cara apapun. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh Nabi, yg udah punya koneksi langsung dengan Allah. Andai semua penyakit pake mukjizat ky gitu semua, trus apa yang mau diwariskan ke kita sebagai penerusnya? Karena mukjizat itu hanya bisa dilakukan oleh nabi sedangkan beliau udah meninggal.

Lagi pula, saat nabi mengatakan bahwa Setiap penyakit itu ada obatnya[6], Apakah nabi lantas bikin buku ensiklopedia semua obat dan penyakit? Engga kan? Karena nabi juga ga bisa baca tulis (hal ini bukanlah aib. Justru membuktikan bahwa apa yg keluar dari nabi adalah semata2 perintah dari Pesuruh, Allah), dan berapa banyak waktu yg mesti diabisin buat bikin ensiklopedi?

Memang nabi pernah berkata juga bahwa jinten hitam atau habbatussauda adalah obat dari semua macam penyakit kecuali kematian [7] . Tapi kalo ini hadits ditelan mentah2, nanti ada yang kena kanker malah ga berobat, minumin habbatussauda aja tiap hari ga tau dosisnya (asal2an), gimana racikannya. Eh ga lama meninggal, trus yang disalahin malah hadits nabinya. Padahal dianya yang ga ngerti cara memperlakukan hadits nabi. Imam Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata [8],

“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik… karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.”

Atas dasar itulah, hadits terkait habbatussauda itu jangan ditelan mentah2, harus diteliti berapa dosisnya dan apa aja kandungan habbatussauda itu, gimana cara ngolahnya, apakah harus dicampur bahan lain, dan sebagainya. Siapa yg bisa ngelakuin itu semua? Ya para ahli dengan metode ilmiah pastinya. Lagi pula, ulama beda pendapat tentang kata “Semua” dalam hadits tsb, ada yg bilang “semua” berarti seluruh penyakit bisa sembuh dgn habbatussauda, ini pendapat ibnu batthal [9] dan al-kirmani [10] . Ada juga ulama yg bilang “semua” itu ga berarti semua penyakit, ini pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah [11] dan Al-Khattabi [12] .

Kesimpulannya adalah:

Nabi adalah manusia yang diutus oleh Allah. Artinya, semua hal yang terjadi pada nabi adalah sesuai dgn perintah Allah, baik dalam urusan dunia maupun agamanya. Jika ada fakta ilmiah pada hadits atau alquran yang baru dibuktikan saat ini artinya itu adalah mukjizat kebenaran risalah kenabian, bukan mengklaim kalo nabi adalah seorang periset atau dokter.

Orang yang menggaungkan pengobatan ala nabi sekaligus menolak mentah2 pengobatan dari barat adalah orang yang jumud dan sempit akalnya. Padahal, teknik pengobatan dari barat asalnya dari zaman keemasan islam abad pertengahan, bahkan buku as-syifa karya ibnu sina dijadikan bahan rujukan berabad-abad dalam dunia kedokteran. Dengan metodologi yang rasional dan ilmiah, ga ada alasan untuk nolak pengobatan tersebut. Karena dosis dan zat yang digunakan untuk pengobatan bisa dibuktiin secara ilmiah.

Memang yang namanya obat kimiawi itu bisa jadi racun, makanya ada istilah “ All substances are poison. There is none that is not poison, the right dose and indication deferentiate a poison and a remedy”. Artinya “Semua zat adalah [berpotensi menjadi] racun. Tidak ada yang tidak [berpotensi menjadi] racun. Dosis dan indikasi yang tepat membedakannya apakah ia racun atau obat” [13] . Atas dasar inilah kenapa kita butuh dokter.

Pengobatan ala nabi sangat dapat disandingkan dengan pengobatan ala barat. Meminum air, madu, habbatussauda untuk imunitas itu sangat baik dilakukan. Tapi kalo udah ke tahap diabetes, maag akut, jantung, kanker, dll, jangan coba2 buat buka internet atau konsultasi ke grup2 fb lalu ngikutin stepnya, mending langsung periksa ke dokter. Dari pada nyesel kan. Nanti yg disalahin malah pengobatan ala nabi, padahal itu karena kebodohan diri.

Referensi (sesuai nomor pada tulisan):

[1]. Buku Fatwa-fatwa Kontemporer Syaikh Yusuf Qaradhawi hal. 753, beliau menukil dari kitab zaadul ma’ad juz 3 karangan Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah.

[2]. https://tafsirq.com/hadits/abu-daud/3377

[3]. https://tafsirweb.com/37630-quran-surat-al-alaq-ayat-1-5.html

[4]. https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/

[5]. https://www.hadits.id/hadits/bukhari/3733

[6]. https://tafsirq.com/en/hadits/bukhari/5246

[7]. http://hadithportal.com/index.php?show=bab&bab_id=3002&chapter_id=76&book=33&sub_idBab=0&f=2996&e=3052

[8]. Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah

[9]. Syarah Bukhari libni Batthal 9/397

[10]. ‘Umdatul Qari’ 31/301

[11]. Tibbun Nabawi hal 287, maktabah Ats-Tsaqafiy, Koiro

[12]. ‘Umdatul Qari’  31/301

[13]. Toksikologi hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.