Menyikapi Fenomena Habaib di Indonesia

Agama Mei 22, 2020

Prolog

Ada beberapa kasus yang terkait dengan para habaib di Indonesia, mulai dari kasus yang baik hingga yang kurang baik. Sayangnya, banyak anak-anak muda yang sering melecehkan hingga membuat meme terkait para habaib itu disebabkan oleh dugaan kesalahan yang dilakukan. Terlepas dari jerat hukum yang menimpanya, bagaimana seorang muslim seperti kita harus bersikap?

Indonesia merupakan negara mayoritas Islam Ahlus sunnah wal jamaah. Biasanya orang Islam yang awam pun juga sama, walaupun mereka tidak menyadarinya. Sama halnya dengan para penganut Syiah di Iran, atau pun kristen, semua orang awam itu sifatnya sama "tidak tahu apa-apa".

Sebaiknya, jika kita tidak mau dikatakan orang awam, maka kelakuan kita harus bersandar pada referensi, tidak boleh sembarangan.

Apa itu Habib?

Habaib itu kata jamak dari habib, secara bahasa artinya adalah yang dikasihi. Dalam istilah, habaib ini sebutan bagi orang yang memiliki nasab hingga Rasulullah. Selain habib, sebutan lainnya adalah sayyid dan syarif. Sayyid adalah gelar bagi orang yang bernasab pada cucu Nabi dari jalur Sayyidina Hasan. Syarif adalah gelar bagi orang yang bernasab pada cucu Nabi dari jalur Sayyidina Husein. Kebanyakan sayyid dicintai oleh majelis dan lingkungannya, hingga disebut dengan Al Habib. Sehingga hilanglah gelar sayyidnya terganti menjadi habib. Namun di Aceh atau di Malaysia, penyebutan said masih banyak.

Bisa disimpulkan jika sayyid adalah gelar yang otomatis tersemat pada orang yang lahir dan memiliki nasab hingga ke Sayyidina Husein, cucu Rasulullah. Habib adalah gelar bagi sayyid yang mengajar, menjadi ulama dan panutan bagi umat. Namun, akhirnya di Indonesia penyebutan gelar ini menjadi rancu karena semua orang yang disebut keturunan Rasul disebut dengan habib.

Sikap kita terhadap keturunan Rasulullah?

Seorang muslim wajib menghormati, memuliakan sekaligus mencinta keturunan Rasulullah yang biasa disebut ahlul bait.

Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, Hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS Al Ahzab 33).

Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah Al-Qur’an dan keluargaku.” (HR at-Tirmidzi).

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan keturunan ahli-baitku’’. (HR. An-Nasai dan Ath-Thabrani).

Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad (1634-1720 M) berkata dalam kitabnya yang berjudul Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah, (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 89 ) sebagai berikut:

“Ahlul Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah telah menunjukkan perhatiannya yang besar kepada mereka. Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka. Dengan itu pula Allah subhanahu wataála telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintan kalian pada kerabatku.” (QS 42:23).

Namun, kecintaan ini harus dalam batas wajar dan tidak ghuluw (berlebihan) sampai mengkultuskan semua orang yang bergelar habib. Karena gelar tersebut akan tersemat secara otomatis, tidak seperti gelar ulama yang harus didapatkan dengan perjuangan dan belajar yang lama.

Sayyid Abdullah Al-Haddad mengingatkan:

“Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahlul Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan.”

Bagaimana jika ada keturunan Rasulullah yang kasar atau menyimpang?

Kita juga tau jika manusia pasti melakukan kesalahan. Kita juga tau tidak ada yang ma'shum (terjaga dari maksiat) selain Rasulullah. Artinya, walaupun habaib adalah keturunan Rasulullah, namun tetap saja mereka adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan. Sikap kita terhadap hal seperti itu adalah menasihatinya, mengkritiknya, berargumentasi namun tidak mencaci, mengejek, membuat meme dengan merendahkan dan lain sebagainya. Jika kesalahannya pada ranah pidana, maka pengadilan yang akan memutuskan. Membela kesalahan mereka itu adalah hal yang salah apalagi sampai disebut dengan kriminalisasi ulama dan mencaci mereka akan menjadi perhitungan yang sangat berat bagi kita di hari akhir nanti.

Rasulullah bersabda: “Demi dzat yang menguasai jiwa ragaku, tidaklah seseorang marah (mencaci dan membenci) kepada keluargaku kecuali Allah akan menceburkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Hakim).

Almaghfurlah Mbah yai Maimun Zubair berkata: "Jangan sampai berani menghina Sayyid (keturunan nabi -penulis). Bagaimanapun, ada darah Kanjeng Nabi pada mereka. Kalau tidak suka, anggap saja seperti sobekan Quran. Yang namanya sobekan, tidak bisa dibaca. Tapi jika diterlantarkan/dihina, jelas haram! Namun jangan juga berani menghina kiai. Karena bagaimanapun, kiai adalah pewaris para nabi. Kalau tidak suka, tidak masalah. Tidak perlu kamu ikuti. Tapi jika sampai berani menghina mereka, Nabi pasti sakit hati jika pewarisnya dilukai."

Seperti halnya kita punya seorang guru yang setiap mengajar beliau membawa anak. Anaknya nakal dan mengganggu belajar kita. Kita kesal, pasti. Tapi walau bagaimana pun, saat kita akan memukulnya, kita tetap segan karena dia adalah anak guru kita. Begitu juga pada keturunan Rasulullah, jika mereka memang memiliki perbuatan kurang baik, maka tinggalkan dan jangan ikuti, tapi bukan berarti kita boleh merendahkannya. Kita mengaku umat Rasulullah, tapi merendahkan keturunan beliau. Apakah beliau akan mengakui kita sebagai umatnya? Jangan sampai kebodohan kita malah menjadi sebab hilangnya syafaat dari beliau. Karena tiada satupun nabi yang dapat memberi syafaat selain beliau.

Kesimpulan:

Kita sebagai orang awam patutnya berpikir sebelum bertindak, apa lagi terhadap apa yang kita tidak ketahui. Bukan hanya masalah benar atau salah, namun akibatnya bisa memasukkan kita pada kesulitan di hari perhitungan amal nanti. Wajib bagi kita memuliakan keturunan Rasulullah dan mengambil keberkahannya. Karena berlandaskan pada dalil yang sudah disebutkan. Namun jika menemukan habib yang memiliki kelakuan kurang baik, kita wajib menasehati, menegur, mengkritisi dan berargumentasi tanpa menjelek-jelekkan atau merendahkan kehabibannya. Karena itu akan menyakiti Rasulullah. Semoga Allah selalu menjaga ucapan dan perbuatan kita.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/11728/mencintai-keluarga-dan-sahabat-nabi

https://tirto.id/kita-harus-bisa-memilah-antara-sayid-dan-habib-chc8

https://islam.nu.or.id/post/read/99847/keharusan-menghormati-ahlul-bait-dan-menasihati-jika-mereka-menyimpang

https://lirboyo.net/tentang-anjuran-mencintai-ahlul-bait/

https://www.kompasiana.com/trianfe/5d4a896f097f3652007c56c3/bagaimana-sebenarnya-pesan-mbah-moen-soal-habib-rizieq?page=all

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.