Subjektifitas Dalam Kehidupan

Kehidupan Sep 06, 2020

Oleh: Irwansyah Saputra

Perasaan adalah hal yang sangat kompleks dan seringkali meninggalkan logika di belakangnya. Berapa banyak orang yang bunuh diri karena perasaannya. Berapa banyak pejabat yang menghabiskan ratusan miliar untuk kampanye hanya untuk menjadi bupati atau walikota yang gajinya cuma 6 jutaan per bulan. Logika mana yang bisa mengukur baliknya uang ratusan miliar itu jika hanya dicicil dengan uang 6 juta per bulan selama 5 tahun?

Kita tidak bisa terapkan keadaan yang kita miliki pada orang lain. Kehidupan itu sangat kompleks sehingga dinamikanya tidak ada yang sama antara satu orang dengan orang lain. Kita tidak bisa mengukur penderitaan orang lain dengan apa yang kita alami. Segala hal yang sifatnya subjektif, itu tidak akan pernah bisa dibuktikan secara empiris. Seseorang tidak berhak menjustifikasi orang lain yang tidak suka makan duren hanya karena ia sangat suka. Begitu pun, si A tidak berhak memaksa B untuk mencintainya walaupun A sangat cinta terhadap B. Karena mencintai adalah hak, dicintai bukanlah suatu kewajiban.

Saat kita berpikir secara objektif, hasil pemikiran tersebut dapat kita telaah bersama dan jika ada kesalahan maka dapat kita revisi dan kaji ulang. Banyak orang yang menganggap standar kepintaran adalah orang yang cerdas dalam matematika atau ilmu eksak lainnya. Padahal ilmu sosial lebih rumit dan kompleks dalam penyelesaian masalahnya. Teori-teori dalam ilmu sosial bisa lebih banya direvisi oleh teori lainnya dibandingkan dengan teori dalam ilmu eksak. Karenanya, perasaan sangatlah kompleks. Sampai saat ini belum ada alat yang bisa mendeteksi seberapa dalamnya cinta seseorang terhadap pasangannya. Satu cara untuk berdamai dengan perasaan yang dimiliki orang lain adalah menghargainya. Saat teman curhat terkait masalahnya, hargai dengan cara mendengarkan dengan baik, bukan untuk membandingkan masalahmu dengannya karena hal tersebut tidak ada gunanya. Saat ada orang yang mencintai kita, hargai haknya namun kita juga memiliki hak untuk memilih, tapi bukan dengan cara menyakiti dengan menolaknya tanpa kejelasan.

Saat ada orang yang mengeluh tentang hidupnya, biarkanlah ia menenangkan kehidupannya. Mungkin mengeluh adalah jalan terakhir dia. Mungkin mengeluh adalah puncak kesabaran dia. Mungkin mengeluh adalah pilihan terakhir dia. Dia hanya ingin mengeluh saja. Dia hanya ingin mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya. Dia tidak sedang butuh nasihat. Dia hanya sedang menyatakan keadaan dirinya. Jangan negasikan keluhan itu dengan mengatakan hal yang sebaliknya. Jangan katakan “lu baru aja gitu, gw lebih parah”. jangan katakan hal yang sebaliknya, biarkan saja dia menyatakan apa yang dirasakannya. Jika tidak membantu, setidaknya tidak memperumit masalahnya.

Pahami perasaan orang lain dengan baik, karena mengukur apa yang dirasakan itu sangatlah sulit. Satu hal yang bisa kita lakukan adalah dengan menghargainya.

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.