Apakah Artificial Intelligence Bloon?
Kritik Terhadap Kyai Ahmad Sarwat terkait postingan beliau yang ini https://www.facebook.com/ustsarwat/posts/pfbid0s5y1EYe3fb2ht99jwQ4pQkaGGJqYgnRP2MtVvufEyP9jLdpd4pY4kcUSEo53AGjHl
Oleh:
Irwansyah Saputra
- Kandidat Doktor Ilmu Komputer di IPB University.
- Peneliti di Blockchain, Robotics, Artificial Intelligence Networks IPB University.
- Penulis buku Machine Learning untuk Pemula, Data Mining untuk Pemula, Blockchain: Teori dan Aplikasinya untuk Bisnis, Agroindustri & Pemerintahan.
- Kajian studi: Artificial Intelligence, Data Mining, Machine Learning, Blockchain.
Pertama, saya paham kalau beliau sedang satire sekaligus sarkas karena banyak orang yang belajar agama lewat internet tanpa guru atau kitab. Jadi, di sini beliau sedang nunjukin ke orang2 kalo nanya agama ke robot itu adalah perbuatan bodoh. Saya setuju dengan ini. Belajar agama butuh panduan dari guru yang lebih intensif.
Namun masalahnya adalah, saya terganggu dengan tulisan beliau yang sangat merendahkan AI tanpa pengetahuan yang mendalam terkait hal itu. Ini sama dengan orang yang mencela syiah berlebihan sampai ikut mencela keluarga nabi (jadi nashibi). Jadi, sebenernya kita masih bisa mencela perilaku orang bodoh yang nanya ke robot tanpa harus mencela robotnya. Sama dengan bisa mengomentari syiah dan kritik terhadap mereka tanpa harus mencela keluarga nabi. Itu bisa dilakukan. Sayangnya, pada konteks ini, beliau berlebihan mencela AI tanpa pengetahuan yang mendalam.
Perlu diketahui bahwa beliau mengunggah tulisan itu bulan januari 2023. Artinya, chatGPT masih baru release. Berbeda dengan sekarang yang sudah banyak mengalami update. Pembaruan chatGPT bukan dari sisi data, namun dari sisi penalaran. Buktinya bisa diliat di gambar bawah.
Reasoning (penalaran) pada AI, mudahnya begini: kalo kita copas hasil ngobrol dengan AI ke temen, dia ga bisa bedain apakah obrolan itu dari AI atau dari kita. Nah, itu artinya si AI lulus turing test. Intinya, ketika kita ga bisa bedain lagi jawaban AI dengan jawaban manusia, artinya si AI lulus turing test.
Jadi, semakin natural jawabannya, semakin bagus model AI nya. Lalu apakah ia mikir sendiri? engga. Yang hebat adalah para researcher di belakang AI itu. Banyak orang yang masih salah kaprah antara Artificial intelligence dan artificial consciousness. Mereka mengira kalau AI bisa jawab dengan natural, itu artinya ia punya kesadaran. Artinya, semakin ia natural, semakin bahaya, dan bisa menyerang manusia. Padahal ga begitu konsep kerjanya.
Sampai saat ini, kesadaran masih diperdebatkan, apakah ia masuk ke dalam ranah sains atau filsafat. Bisa baca di sini https://www.facebook.com/photo/?fbid=1462822847805797&set=pb.100022342868233.-2207520000.
Oh iya, cara pakai chatGPT itu ga mudah. Ia harus dikasih konteks terlebih dahulu agar penalarannya bagus. Ini yang namanya prompt. Ya seperti ngobrol sama temen kan harus dikasih konteks dulu baru nyambung. Itulah kenapa, prompt chatGPT diperjualbelikan, karena dapet prompt yang bagus itu susah. Maksa chatGPT buat munculin jawaban yang sesuai keinginan kita itu ga mudah. Kadang manusianya ga sabar. Pengennya si AI langsung jawab semuanya sekaligus dan mesti ngertiin dia. Kalo ga, dibilangnya robot bloon. Padahal manusianya yang......
Pengalaman saya, untuk mencapai konteks yang sulit sampai AI ini paham apa yang kita maksud, saya butuh 5 prompt di awal. Pertama, kita suruh dia buat berperan sebagai apa. Kedua, kasih prolog panjang lebar kita mau ngapain. Ketiga, kasih kesempatan dia berpendapat mengenai prolog tersebut, apakah dia paham atau engga (ini bisa aja lebih dari satu prompt nantinya). Keempat, mulai ajak berdiskusi dengan prompt “bukannya blablabla”, atau “setau gw sih harusnya begini blablabla”, ini memancing reasoning dia untuk memunculkan jawaban lebih baik dan mendalam. Kelima, mulai lancarkan obrolan dengan dia untuk dapetin insight.
Dengan cara begitu, saya sangat terbantu untuk menyelesaikan disertasi S3 saya dan mendapatkan konteks serta batasan yang jelas terkait penelitian saya. Tidak seperti beliau yang bilang kalau AI ini tak membantu sama sekali.
Coba liat lagi jawaban chatGPT di bawah ini, apakah sama dengan yang beliau ss atau beda? Kenapa bisa beda? Itulah sains dan teknologi, ia akan terus melaju mendekati singularitas. Mohon maaf, penyakitnya oknum pemuka agama itu cuma dua: “merasa dirinya wakil tuhan di dunia, jadi boleh ngomong apa aja”, dan “sering mengeluarkan pendapatnya sendiri tapi ditambahi dalil biar pendengarnya percaya”. Oknum loh ya. Paman saya kyai, tapi ga pernah nyebrang kalo bahas agama. :))