Prinsip Hidup yang Harus Dipegang
Berbagai prinsip yang saya pegang sampai saat ini
1. Belajar itu harus, pintar itu bonus. Artinya, kita fokus dan menikmati proses belajar kita. Dan biarkan pintar itu datang pada waktunya. Tak usah ditarget kapan ia akan datang, biarkan saja karena capaian diri kita berbeda satu sama lain. Seperti halnya kita makan, jika makanan itu enak, kita ingin berlama menikmatinya, kita tak mengharapkan kenyang datang segera bukan? Jadi biarlah rasa kenyang itu datang dengan sendirinya, dan fokuslah menikmati enaknya makanan kita.
2. Kosongkan gelas di manapun berada. Kita adalah awam pada setiap bidang yang kita tak menguasainya. Seorang dokter membangun rumah, butuh kuli bangunan. Artinya kuli bangunan adalah pakar bidang pembangunan rumah. Sehingga tak ada ruang dalam diri kita untuk mau menghakimi orang lain hanya karena pekerjaan orang lain yang terlihat “rendahan”. Saat kita memiliki prinsip hidup seperti ini, kita tak malu untuk bergaul dengan siapapun dan kalangan mana pun. Kita tak merasa turun derajat saat ngobrol dengan tukang bakso, tukang somay atau siapapun. Kita bisa dengan santai berbincang dengan orang lain, dan bisa mengambil pengetahuan darinya. Karena tukang bakso adalah pakar dalam bidang pengolahan bakso, dan kita tidak mengetahui sama sekali terkait bidang tersebut, begitu pula pekerjaan lainnya. “down to earth” bukanlah sesuatu yang tetiba muncul dalam diri, namun paradigma berpikir yang bisa dilatih. Salah satunya dengan prinsip ini.
3. Kebaikan pasti dibalas dengan kebaikan. Mungkin ada yang bertanya “kenapa saya sudah baik, tapi malah dikecewakan orang lain?”. Cara berpikir ini sebenarnya keliru, karena yang harusnya kecewa bukanlah kita “yang sudah melakukan perbuatan baik” melainkan dia yang sudah “menelantarkan orang baik”. Kebaikan itu berfokus pada perbuatan yang kita kerjakan, bukan pada feedback dari orang lain yang kita “baiki”. Urusan kita adalah berbuat baik, jadi bukan urusan kita untuk mengurusi perbuatan dia, entah dia mau baik lagi atau tidak. Lagi pula, saat kita berbuat baik, maka pahala kebaikan sudah tunai diberikan Tuhan pada kita, tanpa harus menunggu acc dari orang yang kita “baiki”. Dengan prinsip ini, kita takkan pernah kapok jadi orang baik dan takkan pernah membenci orang lain karena tidak membalas kita dengan sesuai.
4. Tidak menunjukkan diri tanpa alasan. Menunjukkan diri pada orang lain yang tidak membutuhkannya adalah perbuatan yang sia-sia dan tak ada manfaatnya sama sekali. Karena tidak penting juga untuk dilakukan. Banyak teman saya yang tahu kalau saya sedang S3 dan jadi dosen, bukan dari saya pribadi tapi dari teman yang lain. Bahkan mereka memanggil saya “pak dosen” walaupun saya tidak nyaman dengan panggilan itu. Saya tidak nyaman menggunakan atribut yang tidak sesuai dengan tempatnya. Saat reuni, bahas saja kenangan waktu kita sekolah, saat kita bergaul, bahas saja hal general yang bisa merekatkan persahabatan seperti “kapan touring, kapan camping, kapan hiking?”, untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu kita tidak butuh atribut diri walaupun kita sekelas professor. Kecuali jika memang itu sangat dibutuhkan seperti menjadi pembicara dalam seminar atau kegiatan resmi lainnya. Dengan prinsip ini, saya leluasa pakai pakaian yang ingin saya pakai, menjadi diri sendiri, saya juga lebih nyaman karena merasa diri saya tetap berada dalam satu daratan dengan mereka, tidak ada rasa “tidak enak” pada diri mereka, dan biarkanlah mereka terkejut dengan informasi dari orang lain bukan dari kita.
5. Setiap orang berhak untuk bahagia. Dulu, saya pernah diselingkuhi bahkan ia selingkuh chating dengan orang tersebut saat mengobrol dengan saya. Saat ia pergi ke toilet, saya cek hp dan terkejut dengan isi chatnya. Setelah ia kembali dari toilet, saya tetap tenang dan masih menyimak apa yang ia bahas, bahkan hingga selesai pun seperti tak terjadi apa-apa. Kenapa saya melakukan itu? Karena saya berpikir bahwa setiap orang berhak untuk bahagia. Saat ia melakukan perbuatan seperti itu, artinya ia tidak bahagia dengan saya melainkan bahagia dengan orang tersebut. Lalu untuk apa saya harus marah-marah dan membentak emosi pada orang lain yang kebahagiaannya bukan saya? Jadi biarkan saja ia bersama pilihannya dan saya bebas memilih bahagia dengan orang lain yang lebih baik darinya. Prinsip ini mungkin sulit untuk diterapkan, namun cobalah, tidak hanya untuk kasus ini saja. Dengan prinsip ini, saya tidak membenci ia ataupun selingkuhannya. Bahkan waktu itu selingkuhannya chat saya dengan nada marah dan merendahkan, saya hanya bilang “iya mas, kalau dia memang mau sama mas, ya gapapa silakan saja”. Untuk meredam amarah dalam kondisi ini, saya juga menggunakan prinsip nomor 4. Sehingga saya tidak membawa-bawa atribut diri, karena saya bukan siapa-siapa.
6. Berdamai dengan diri sendiri. “eh kok matanya jereng, eh kok cacat, eh kok tangannya ilang satu, eh kok bibirnya gede, eh kok ada tompelnya”. Segala hinaan seperti itu tertuju langsung pada mental orang yang memilikinya. Tidak mudah untuk melakukan prinsip ini, namun self healing yang paling bagus menurut saya adalah prinsip ini. Caranya seperti ini, saat ada yang menghina maka jangan jadikan itu sebuah hinaan. Tapi jadikan itu sebuah fakta yang memang kita tidak bisa ingkari, sama halnya dengan rambut, hidung, mata, leher yang ada pada diri kita. Jadi anggap saja memang itu bagian dari diri kita dan bukan sesuatu kekurangan hanya karena mereka tidak memilikinya. Misalnya, “eh kok cacat”, tinggal jawab “iya ini ga bisa jalan kaya kamu, tapi ya gimana bukan mau saya juga. Kalo disuruh milih saat lahir sih saya bakal milih mirip cha eun woo.” Kalau kita bisa menerima diri, kita pada akhirnya tidak mudah tersinggung mentalnya hanya karena hinaan tersebut. Kita tidak bisa mengontrol perbuatan orang lain, kita hanya bisa mengontrol diri kita sendiri. Prinsip ini akan sangat bermanfaat bagi orang yang sering insecure dengan dirinya, lalu membenci dirinya sendiri. Bagaimana mau melawan mereka, jika kita saja tidak berdamai dengan diri kita sendiri?
7. Hinaan itu muncul dari kebodohan seseorang yang tidak sanggup melawan kita. Jika si A berada di bawah, dan si B berada di atas, lebih mudah untuk menjatuhkan si B dari pada si A harus naik ke atas. Saat si A menghina si B dan si B menimpalinya juga, maka artinya si B sedang menurunkan derajatnya dan terkena pancingan si A. Jadi tak usah membuang waktu, atau kalaupun ingin membalas, lemparkan saja “batu” dari atas tanpa harus menurunkan derajat. Atau bisa juga dengan menertawainya. Seperti dikatai “mas mas sarjana” pada orang yang sudah lulus gelar master dan sedang menempuh studi S3, tertawa saja karena dia bodoh dan hinaannya tidak tepat. Itu saja.
8. Saya ini bukan mereka. “kok umur segini belum anu, kok sudah lulus tapi belum anu, kok, kok, kok”. Saat seseorang berhak menikah di umur 25, maka orang lain punya hak yang sama untuk tidak menikah di umur segitu. Karena target setiap orang berbeda, sehingga tidak boleh memaksakan target kita pada orang lain ataupun sebaliknya. Jika orang memahami hal seperti ini, maka tak ada lagi pertanyaan konyol seperti itu. Untuk membebaskan diri dari paradigma berpikir banyak orang yang konyol itu, kita tidak bisa lepas dengan mudah, karena kita sedang melawan arus yang besar. Akan banyak pertentangan dari luar pada diri kita. Namun selama kita yakin dengan tujuan kita, selama kita menjalaninya dengan baik, maka kita bisa mencapai target kita sendiri. Karena kita bukan mereka.
9. Fokus mencari uang bukan mencari kerja. Banyak orang yang fokus mencari kerja untuk menghasilkan uang, padahal hakikatnya orang tersebut butuh uang bukan butuh kerja. Kerja memang salah satu kegiatan untuk menghasilkan uang, namun kerja bukan satu-satunya jalan untuk menghasilkan uang. Saat orang berfokus pada kerja, maka selama ia tidak bekerja, ia akan terus mencari lowongan pekerjaan, submit lamaran, interview lalu menunggu ditelepon perusahaan. Selama periode tersebut ia tidak melakukan apapun, hanya menunggu saja. Ini orang yang fokusnya pada kerja, bukan pada uang. Jika seseorang fokus pada uang, maka ia akan mencari jalan apapun (selama itu halal dan baik) untuk mendapatkan uang, tidak peduli ia harus keluar dari bidang yang selama ia tekuni, dan tidak peduli juga dengan omongan orang lain tentangnya. Menghasilkan uang di zaman ini sangat mudah asal mau konsisten. Zaman ini adalah zaman borderless, tiada batas dan sekat antara kita dengan orang lain. Semuanya dihadapkan dengan infrastruktur yang sama, yaitu layar monitor dan internet. Maka fokuslah mencari uang, carilah tutorialnya, nikmati belajarnya.
10. Friend with benefit. Kita boleh bergaul dengan siapa saja, tapi persentasenya harus diukur dengan baik. Saat kita bergaul dengan orang yang tak ada benefitnya, maka berarti kita sedang menyia-nyiakan waktu untuk bergaul dengan orang yang ada benefitnya. Mungkin ada yang bertanya, “apakah ini sikap materialisme? Karena segala hal diukur dengan materi?” tentu saja tidak. Benefit di sini bukan hanya bersifat materi. Contohnya, kita ingin punya pasangan yang baik, rajin ibadah, dan tidak pelit. Bukankah ketiga hal tersebut adalah benefit? Apakah dia materialistik? Tidak bukan. Karena manusia tidak bisa lepas dari benefit. Saat berbuat baik, ingin dibalas oleh Tuhan. Itu juga benefit. Karenanya, carilah teman yang punya benefit, dan jangan lupa untuk menambah benefit dalam diri kita. Saat kita punya benefit, maka seseorang yang lebih ahli dari pada kita, tidak akan sungkan menjawab pertanyaan kita. So, jangan marah kalau orang lain kadang cuek pada pertanyaan kita. Mungkin menurut dia, kita belum ada benefitnya untuk dia, sedangkan kita ingin mengambil sebanyak-banyaknya benefit dari dia. Ya mana mau lah. Rugi. Dengan benefit dalam diri kita, kita juga akan merasa lebih percaya diri untuk masuk ke lingkungan yang lebih tinggi levelnya, karena kita merasa diri kita mampu. Maka carilah friend with benefit dalam artian yang sesungguhnya. Karena itu yang akan mempercepat laju kita untuk mencapai target yang sudah kita inginkan.