Animisme, Sebuah Misskonsepsi Paradigma

Kehidupan Apr 27, 2020

Oleh: Irwansyah Saputra, S.Kom., M.Kom., MTA

Kita sering denger banyak orang yang bilang kalo animisme adalah agama masyarakat primitif yang menyembah roh dalam patung, batu, gunung dan benda mati lainnya. Apakah mereka benar-benar menyembah benda mati? Coba kita bahas kali ini.

Sebelum jauh pada anti tesisnya, kita akan mengajukan konsep animisme yang sampai saat ini diyakini, bahwa masyarakat primitif menyembah benda mati. Sebenernya dari mana asal mula konsep tersebut?

Animisme dalam pandangan evolusionis - essensialis

Animisme dari bahasa latin, anima yang berarti spirit / roh. Dan isme adalah ajaran, paham, aliran.

Pencetus konsep animisme adalah Edward B Taylor. Beliau bapak antropologi budaya terkenal dari barat. Lalu diteruskan oleh Frazer. Karya frazer inilah yang nantinya dijadikan rujukan utama oleh Sigmund Freud dalam karya psikoanalisis-nya.

Taylor punya konsep evolusi agama, menurutnya dulu agama itu berawal dari savagery (animisme), kemudian berevolusi menjadi barbarism (politeisme / banyak Tuhan), berevolusi lagi menjadi Civilization (monoteisme / satu Tuhan).

Menurutnya, masyarakat Savage ini merenungkan dua hal, kematian dan mimpi. Kematian berarti tidak abadinya raga, sedangkan mimpi dipahami sebagai penanda adanya roh / spirit yang terus hidup walaupun raga nya sudah mati.

Kemudian masyarakat Savage ini membayangkan adanya roh pada benda di sekitar yang mempengaruhi mereka, seperti batu, gunung, sungai dan benda mati lainnya.

Selanjutnya pemahaman masyarakat Savage ini berkembang. Mereka percaya adanya roh yang menguasai seluruh gunung, seluruh sungai dan yang lainnya. Dari sini muncullah konsep dewa bumi, dewa laut, dan seterusnya. Dalam tahapan ini, masyarakat disebut dengan barbarism (politeisme / banyak Tuhan).

Semakin pemahaman manusia berkembang, mereka memutuskan untuk menjadikan satu dewa tertinggi yang menguasai segalanya. Ini adalah tahap evolusi akhir, yaitu Civilization (monoteisme / satu tuhan).

Sepertinya Taylor ingin mengatakan sumber semua agama saat ini adalah berdasarkan evolusi dari animisme. Pantas saja Sigmund Freud dan kawan-kawan mengatakan kalau agama adalah khayalan saja.

Konsep Personhood dan Epistomologi Rasional

Bagian 1 membahas tentang konsep evolusi agama menurut Taylor. Dia memiliki keyakinan bahwa agama telah berevolusi mulai dari savagery, lalu berubah menjadi barbarism dan terakhir civilization yang mengarah pada monoteisme.

Gagasan tersebut ditolak oleh Irving Hallowell yang mengajukan tesis tentang personhood dan Nurit Bird-David melalui ide tentang epistemologi relasional.

Mereka mengkritik generalisasi animisme (konsep Taylor) yang dilakukan oleh masyarakat primitif. Padahal, banyak masyarakat primitif yang hidup saat itu, mereka bersuku-suku di seluruh dunia. Apakah observasi Taylor menyeluruh terhadap masyarakat primitif yang ada?

Selain itu, kritik juga muncul dari paradigma Taylor yang menilai bahwa masyarakat primitif hanya menganggap alam sekedar thing (benda). Padahal, mereka (masyarakat adat lokal) tidak memiliki pandangan seperti itu.

Munculnya gagasan Hallowell itu diperkuat setelah mengobservasi komunitas adat Ojibwe di Kanada, setelah dari sana dia mengajukan paradigma baru yang dia sebut dengan personhood. Menurut konsep ini, person bukan hanya sebagai manusia (human person), melainkan juga alam (non-human person), dan tidak memandang alam sebagai thing (benda), tapi sebagai person. Bahasa mudahnya, masyarakat primitif memandang alam sebagai sahabat, bukan objek benda saja. Mereka meyakini jika berbuat baik dengan alam, maka mereka juga baik pada mereka. Hubungan ini integral yang setara, alam dan manusia setara, manusia tidak menguasai alam. Hal ini sesuai dengan konsep Bird-David yang ia sebut dengan epistomologi relasional, berdasarkan kajiannya di Nayaka, India selatan.

Menurut konsep ini, masyarakat tidaklah menyembah alam, pohon, batu, dan yang sejenisnya. Mereka memiliki hubungan person manusia dan person non manusia, yang dalam masyarakat Nayaka disebut dengan Devaru. Devaru bukanlah hubungan penyembahan terhadap alam, tapi hubungan etis, toleransi, saling menjaga, tanggung jawab, timbal balik.

Itulah cara pandang antropologis modern yang membahas tentang animisme. Kajian ini perlu terus dilakukan untuk mendapatkan kritik dan cara pandang lain yang mungkin belum terobservasi.

Walaupun begitu, kepercayaan primitif yang dimiliki masyarakat adat lokal nyatanya terbukti untuk membantu kelestarian hutan. Mereka memiliki beberapa kepercayaan hutan keramat yang tidak boleh ditebang, tidak boleh dimasuki, tanah yang sakral. Sehingga penyelamatan bumi dari kerusakan tanpa melibatkan masyarakat adat lokal adalah hal yang mustahil dilakukan.

Referensi:

https://crcs.ugm.ac.id/asal-mula-teori-animisme-dan-masalahnya/

https://www.researchgate.net/publication/327601479_Relational_Identities_and_Other-than-Human_Agency_in_Archaeology

https://cupola.gettysburg.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1141&context=books

https://www.academia.edu/19548329/Naveh_D._and_N._Bird-David._2014_._How_persons_become_things_Shifts_in_hunter-gatherer_Nayaka_relational_epistemology_and_ontology_with_the_adoption_of_agriculture_and_animal_husbandry._Journal_of_the_Royal_Anthropological_Institute_20_74-92

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.