E-Government 4.0: Menuju Satu Data Indonesia

Teknologi Jun 01, 2021

E-Government 4.0: Menuju Satu Data Indonesia

Tulisan ini bukan untuk memperkuat keamanan yang sudah ada namun sebagai solusi fundamental untuk mengubah substansi sistem.

Akhir-akhir ini sering terjadi kebocoran data baik dari swasta ataupun non swasta. Hal ini sebenarnya lumrah karena risiko dari sistem yang digunakan. Disini kita akan bahas dari sisi sains dan teknologi, tidak terikat dengan afiliasi partai politik atau golongan manapun. Semua akan dibahas berdasarkan fakta dan metodologi yang jelas sesuai dengan bidang kajian teknologi informasi dan komunikasi.

Terdapat dua sistem yang biasa digunakan yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi ini sistemnya terpusat, berkebalikan dengan desentralisasi. Mudahnya, kita bisa analogikan sistem sentralisasi seperti kita bertujuh dalam suatu rumah menyimpan 5 apel dan dua jeruk di kulkas lalu menulis daftar buah tersebut di pintu kulkas. Semua orang akan mempercayakan data terhadap pada catatan di pintu kulkas tersebut. Hal ini akan menjadi rawan terjadi kecurangan, karena jika catatan tersebut tidak diamankan, maka siapa saja bisa mengubahnya. Atau jika catatan itu diamankan oleh admin, masih ada kemungkinan admin tersebut mengubah catatannya. Kemungkinan kecurangan/kebobolan tersebut akan selalu terjadi sekuat apapun kita menjaga dan mengamankan catatan tersebut. Sayangnya, masih banyak data yang sifatnya sentralisasi, salah satunya adalah data yang dibobol kemarin.

Beda halnya dengan sistem desentralisasi, kita ibaratkan buah yang sama dan catatan yang sama. Perbedaannya terletak pada catatan tersebut tidak disimpan di pintu kulkas, namun dibagikan ke tujuh orang yang ada di dalam rumah tersebut. Andai ada satu orang yang mengubah catatannya, maka itu tidak akan mengubah kebenaran dari 6 catatan lainnya. Sehingga untuk meretas/membobol isi catatan, seseorang harus melakukan hal tersebut terhadap semua catatan yang ada. Inilah kenapa sistem desentralisasi aman secara otomatis. Selain aman, sifatnya menjadi terbuka, transparan, transaksi dapat terlacak, dan meningkatkan kepercayaan dari setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Salah satu teknologi yang menggunakan konsep ini adalah blockchain.

Pemerintah Estonia sudah menggunakan sistem desentralisasi untuk keamanan data penduduknya. Penggunaan sistem desentralisasi dalam E-Government memiliki banyak sekali manfaat. Dengan sistem desentralisasi, setiap warga negara berhak sepenuhnya memegang data dirinya, bahkan negara sekalipun tidak berhak memaksa jika memang bukan keperluannya. Misalnya, saat pembuatan SIM, yang dibutuhkan adalah data NIK, nama, TTL, alamat. Kemudian ada permintaan data Agama yang seharusnya tidak disyaratkan, maka warga tersebut berhak menolak untuk memberikan datanya. Dengan sistem ini pun, cita-cita pemerintah untuk mewujudkan “Satu Data” akan segera dapat dilaksanakan. Tidak ada lagi fotokopi E-KTP saat mengurus berbagai hal, dan pastinya calo hilang dengan sendirinya.

Selain itu, kegiatan-kegiatan pemerintahan lain pun akan terukur dengan benar dan sesuai fakta, misalnya pemilu. Dengan sistem desentralisasi, tidak butuh lagi saksi di TPS, mempersiapkan “kardus digembok” dan alat manual lainnya. Sistem pemilu yang bersifat desentralisasi akan mewujudkan transparansi hasil secara otomatis karena semua riwayat pemilih dapat dilihat sehingga tidak adanya oknum yang nyoblos dua kali. Hasil pemilu bisa dilihat satu detik setelah TPS ditutup. Bahkan tidak akan ada lagi isu server KPU di-hack dan membuat tagar #inaobserversos.

“Tapi kan susah, infrastrukturnya belum mencukupi”

Sebenarnya bukan susah atau tidak, masalahnya mau atau tidak. Kita bisa gunakan sistem ini di kota-kota besar terlebih dahulu dan jika sukses, model tersebut tinggal diterapkan pada kota dan daerah lainnya. Lagi pula, sistem bersifat objektif. Masalahnya adalah “apakah para pemangku kepentingan ini mau jika segala kegiatan seperti pemilu, pemilihan kepala daerah dilakukan secara transparan?”. Karena teknologi tidak memiliki perasaan dan keterkaitan dengan suatu golongan atau partai politik tertentu, ia akan bekerja sesuai dengan inputan data dan fakta yang terjadi.

Walaupun begitu, tidak semua hal harus didesentralisasikan, seperti dalam masalah keuangan. Jika keuangan menggunakan konsep desentralisasi maka yang terjadi adalah seperti bitcoin, harganya memiliki fluktuasi yang sangat tinggi. Andai suatu negara mengadopsi sistem keuangan desentralisasi, maka wortel hari ini yang harganya 5k, besok bisa jadi 5 juta. Bidang keuangan wajib memiliki kontrol ketat dari pihak ketiga seperti pemerintah agar terjaganya kestabilan harga sehingga ekonomi berjalan dengan baik.

Ini bukan mimpi, karena sebagai saintis, saya hanya bisa menjelaskan kritik dan solusi dari bidang yang saya pahami. Bagi saintis, masalah golongan, partai politik akan tetap menjadi batasan masalah selama tidak mengganggu penerapan teknologi. Misalnya, dengan adanya sistem desentralisasi akan mengakibatkan beberapa pihak tidak digunakan lagi dan pada akhirnya menganggur, atau akan mengganggu pendapatan sebagai calo pembuatan SIM.

Sebaiknya fokus badan pemerintah adalah terhadap solusi penerapan sistem yang tidak lagi rawan diretas, bukan malah “mohon abaikan ya kak”, “memblokir forum jual beli database”. Andai dana 1 triliun yang digunakan untuk memblokir situs porno dialokasikan kepada solusi konkrit untuk mewujudkan “Satu Data”, mungkin saat ini kita sedang dalam masa testing sistem tersebut di suatu kota tertentu dan mengevaluasi hasilnya. Jika berhasil, maka kita bisa implementasikan di kota lainnya. Bukannya tidak bermanfaat memblokir situs porno, namun ada pepatah yang mengatakan “di saat situs langgananku diblokir, disitulah kelinci orenku akan membuatmu ketar-ketir”

Irwansyah Saputra

Belajar itu harus. Pintar itu bonus.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.