Tips Agar Tidak Dataphobia
Oleh: Irwansyah Saputra, S.Kom., M.Kom.
Sebenarnya tulisan ini sudah ada di pikiran saya dari dulu, Cuma baru dapat pencerahan lagi setelah keluar dari WC.
Oh ya, disini saya akan bahas tentang orang yang takut dengan data. Saya buat istilah sendiri namanya dataphobia. Pernah dengar sebelumnya? Kalau belum wajar saja karena itu Cuma karangan sendiri saja.
Dari tahun sebelumnya, pemerintah sudah mewacanakan untuk menggunakan KTP saat pendaftaran kartu SIM handphone. Dan seperti biasanya, ada yang pro dan kontra. Golongan pro mengatakan harus menggunakan KTP agar dapat mendeteksi penggunanya dengan mudah sehingga angka penipuan dengan modus hadiah via SMS atau telepon dapat menurun. Adapun golongan yang kontra khawatir dengan data yang dimasukkan saat registrasi. Khawatir dengan keamanan data mereka, apakah nanti dikelola dengan kurang baik oleh pemerintah misalkan dijual ke pihak lain dan sebagainya.
Kekhawatiran itu wajar saja terjadi karena fitrah manusia saat ada bahaya datang pasti akan menghindar, dan ini tidak mesti dipelajari, bawaan lahir. Hal seperti itu disebut dengan gharizah baqa’ (naluri mempertahankan diri) baik serangan dari luar maupun dari dalam diri, misalnya serangan lapar, haus, sakit perut dan yang lainnya. Dalam hal ini manusia akan otomatis mencari solusi jika sudah terjadi atau mencegah/menjauhi jika belum terjadi.
Back to data!!! Baik, kita urai satu persatu penjelasannya. Data diri merupakan privasi setiap manusia atau warga Negara di setiap belahan dunia. Karenanya kita harus menjaganya dengan baik, ibaratnya semua data diri berupa data yang baik ataupun buruk ada padanya. Jika sampai bocor pada orang, maka hijab aib kita pun tersingkap dan akan membuat kita merasa malu bahkan depresi. Namun, tahukah anda, sekuat-kuatnya kekhawatiran anda tentang data yang akan dimanipulasi oleh pemerintah, ternyata sampai hari ini anda pun belum sadar jika data diri anda sudah berada di pihak asing. Apa contohnya? Handphone anda sendiri. Apalagi jika anda seorang pengguna smartphone android. Mari sejenak kita berpikir…
Sadarkah anda saat mengaktifikan location pada smartphone maka dengan suka rela anda telah membiarkan g**gel mengetahui perjalanan aktivitas anda sehari-hari?
Saat anda mengirimkan atau menerima email dan membahas tentang suatu objek kemudian anda membuka produk g**gel yang lain (yutup misalnya) dan tiba-tiba iklan terkait objek tersebut muncul di awal video yang anda putar. Keren kan?
Apakah mereka peramal? Ya, meramal dengan data dan mengolahnya (mining) sehingga mendapatkan hasil yang mereka inginkan.
Coba anda pikirkan, dan ini yang saya herankan sampai saat ini… anda tahu aplikasi ggel street view? Atau ggel maps? Atau g**gel earth? Kok bisa ya mereka membuat project sebesar itu.. budget uangnya dari mana kira-kira? Mereka bukan Negara, hanya sebuah start up bisnis. Tapi bisa merekam hampir seluruh jalanan yang ada di dunia. Cuma beberapa daerah di antartika saja karena cuaca yang ekstrim. Butuh berapa mobil untuk mengelilingi itu semua? Butuh berapa yottabyte untuk menampung seluruh data tersebut? Butuh berapa orang untuk proyek tersebut? Bukankah semua pakai uang?
Aplikasi-aplikasi tersebut kita gunakan untuk kehidupan sehari-hari misalnya agar tidak macet sampai ke kantor. Atau agar tahu jalan ke tempat rekreasi yang diinginkan dan macam lainnya. Semua kegiatan kita barusan adalah pemberian informasi data privasi kita ke ggel secara suka rela. Bahkan history pencarian kita di ggel pun mereka rekam. Ya semua mereka rekam, buktinya mereka bisa tahu keyword A dicari oleh orang di Indonesia sebanyak berapa ribu kali dalam sebulan. Mereka tahu produk yang sedang anda butuhkan. Mereka tahu tas jenis apa yang sedang dicari oleh anda. Mereka pun tahu anda sedang memiliki masalah apa. Atas dasar inilah, lantas kenapa kita mesti khawatir hanya karena kita disuruh pemerintah memasukkan identitas kita sebagai warga Negara yang sah? Sedangkan setiap hari saja kita secara suka rela memberikan informasi yang bukan hanya data KTP melainkan hampir seluruh data privasi kita kepada pihak yang sama sekali bukan pemerintah kita. Kekhawatiran kita tidak berdasar kan?
Agar lebih sadar lagi, saya akan berikan contoh lainnya. Go*ek. Saya pernah main ke kantornya karena ada acara edukasi tentang teknologi pemrograman Kotlin yang mereka gunakan pada App nya sekarang. Coba saja anda pakai aplikasi mereka yang dulu dan bedakan dengan yang sekarang. Lebih ringan bukan dbanding versi-versi sebelumnya? Ya itu saya belajar sekilas untuk nambah wawasan saja.
Kantor pusatnya mantab jiwa menurut saya, kalau tidak salah ada 4 lantai mall yang mereka jadikan office dan officenya waw sangad. Karyawannya pun banyak sekali. Kemarin baru disuntik dana oleh ggel sebesar kurang lebih Rp. 16.000.000.000.000,- berapa itu? 16 TRILIYUN. Kalau uang segitu dibelikan koaci lalu dimakan marmut, itu marmut bakal jadi kuda saya kira. Kenapa ggel mau nyuntik dana sebesar itu kepada perusahaan yang HANYA menyewakan jasa ojek online? Kenapa kira-kira? Kenapa coba? Kenapa hayo?Tidak lain dan tidak bukan adalah data konsumen yang sangat dibutuhkan untuk pembuatan target pasar yang tepat kedepannya. Apa saja itu? Contohnya:
G* ride: Mall mana saja yang sering dikunjungi oleh orang Jakarta?
G* food: menu masakan jenis apa yang paling disukai di daerah Jakarta timur?
Tidak salah jika para pebisnis mengatakan: sampai akhir abad 18, tambang emas dan minyak masih jadi primadona untuk kami. Namun, di abad ini data jauh lebih berharga dari pada kedua tambang tadi.
Contoh lainnya.. suka pakai whatpp kan? Suka FB-an juga kan? Semenjak whatpp diakuisisi oleh FB, timeline FB saya terkadang ada yang terasa aneh… apa yang aneh? Anda tahukan kalau anda fans page berbayar di FB yang ada tulisan SPONSHORED/BERSPONSOR. Nah, produk yang saya bahas dengan teman saya di whatpp ternyata muncul iklannya di FB. Tahu dari mana FB kalau engagement kita terkait dengan produk itu? Bukankah whatpp sudah terdapat enkripsi end to end yang intinya hanya pengirim dan penerima saja yang dapat mengetahui isi pesan chat tersebut.
Contoh terakhir nih… pernah belanja di marketplace? Seperti tokpedia, bklpk dan lain sebagainya? Apa kira-kira keuntungan untuk pemilik marketplace dari konsumen atau penjual? Tidak ada. Kita tidak pernah disuruh bayar ke marketplace karena berkat jasa dia kita bisa mendapatkan barang yang diinginkan. Atau penjual tidak pernah disuruh bayar ke marketplace karena berkat dia, penjual bisa dagang disitu.
Tapi hebatnya, marketplace ini dananya besar sekali. Lihat saja jalanan protocol di Jakarta, reklame berbagai marketplace terpampang secara nyata dan bertebaran dimana-mana. Lantas, uang dari mana mereka? Dan bagaimana caranya mendapatkan untung dari sana? Pertanyaan paling mendasarnya adalah, apa yang mereka jual sebenarnya? Kalau anda baca tulisan ini dari awal, anda pasti bisa jawab. Ya, jawabannya adalah Data. Apalagi kalau bukan itu? Itu yang dibutuhkan oleh investor mereka saat menyuntikan dana. Saat berbelanja secara tidak langsung kita sudah menyerahkan engagement kita kepada mereka, pastinya dengan bantuan lookup dari email yang kita miliki. Mantab kann?
Dari seluruh contoh di atas, akhirnya akan ditemukan pola yang pas untuk kapitalisasi setiap bidang yang dapat dijangkau berdasarkan informasi dari data yang diperoleh sebelumnya.
CONCLUSION:Makanya banyakin baca jangan jadi sumbu pendek biar luas pengetahuannya. Berhati-hati dan waspada boleh, tapi lihat kenyataan juga. Jangan sampai kita tolak pendaftaran kartu sim ke pemerintah, eh malah memberikan data yang lebih privasi kepada pihak lain dengan suka rela. Kan lucu jadinya…
Apalagi kalau kartu SIM nya punya nomor cantik, sayangkan gara-gara tidak didaftarkan trus tak bisa terpakai karena alasan konyol dan tak mendasar?